Masa depan mobilitas tanpa emisi didominasi oleh perdebatan sengit antara dua kubu Teknologi Kendaraan Listrik utama: Kendaraan Listrik Baterai (Battery Electric Vehicle – BEV) dan Kendaraan Listrik Sel Bahan Bakar Hidrogen (Fuel Cell Electric Vehicle – FCEV). Meskipun BEV saat ini memimpin pasar global, FCEV yang mengandalkan hidrogen menawarkan keunggulan yang signifikan, terutama dalam hal waktu pengisian ulang. Perang Teknologi Kendaraan Listrik ini didasarkan pada infrastruktur, efisiensi, dan yang paling krusial, kepraktisan bagi pengguna. Memahami perbedaan mendasar dalam Teknologi Kendaraan Listrik ini sangat penting untuk memetakan arah industri otomotif di masa depan.
Keunggulan terbesar hidrogen terletak pada proses pengisian ulang. Mengisi tangki hidrogen pada mobil FCEV, seperti Toyota Mirai atau Hyundai Nexo, hanya membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 5 menit saja, sebuah proses yang hampir identik dengan mengisi bahan bakar bensin konvensional. Kepraktisan ini secara langsung memecahkan masalah kecemasan jarak dan waktu pengisian yang sering dialami oleh pemilik BEV. Sebagai perbandingan, pengisian cepat (supercharging) pada BEV masih memerlukan waktu minimal 20 hingga 40 menit untuk mencapai kapasitas baterai 80%. Perbedaan waktu ini sangat penting bagi sektor transportasi komersial dan logistik yang mengutamakan kecepatan.
Namun, hidrogen juga menghadapi tantangan besar dalam hal infrastruktur dan efisiensi energi. Proses pembuatan hidrogen (green hydrogen) yang memerlukan energi besar dan tantangan dalam transportasi serta penyimpanan hidrogen bertekanan tinggi menjadikannya mahal dan rumit. Pada tahun 2024, hanya ada sekitar 10 stasiun pengisian hidrogen yang beroperasi di Asia Tenggara, mayoritas dioperasikan di bawah proyek percontohan yang dikelola oleh perusahaan energi negara.
Di sisi lain, BEV, meskipun memerlukan waktu pengisian yang lebih lama, menawarkan efisiensi energi yang lebih baik dari sumber listrik ke roda (well-to-wheel) – seringkali mencapai 77% efisiensi, dibandingkan FCEV yang berkisar antara 30-40%. Walaupun demikian, FCEV menjadi solusi yang menarik untuk kendaraan jarak jauh dan heavy duty (seperti truk dan bus). Misalnya, sebuah bus FCEV dapat menempuh jarak hingga 500 kilometer dengan satu tangki hidrogen penuh, memungkinkan pengemudi melakukan perjalanan panjang tanpa jeda pengisian yang lama. Kedua Teknologi Kendaraan Listrik ini memiliki peran masing-masing dalam transisi menuju mobilitas hijau.